Bagaimana
nasib para koruptor? Pertanyaan ini adalah sebuah lontaran kalimat yang sangat
mendasar dan secara kultural pun tidak perlu digarami lagi. Ada banyak hal yang
harus kita apresiasi terkait dengan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
di tahun ini yang akan kita uraikan secara singkat sebagai sarapan pagi untuk
awal tahun. Pertama terkait dengan dugaan kasus korupsi penyediaan
infrastruktur Base Transceiver Station
(BTS) 4G dan infrastruktur pendukung Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi
(BAKTI) dengan dugaan kerugian Rp.1 Triliun. Selanjutnya, kasus dugaan korupsi
yang melibatkan pengusaha Semarang Agus Hartono dengan perkiraan kerugian
hingga Rp. 25 miliar, dan kasus mengenai Lukas Enembe sampai saat ini masih
bergejolak di mana KPK telah menetapkan beliau sebagai tersangka dalam kasus dugaan
kasus suap dan gratifikasi senilai Rp.1 Miliar. Hinga KPK tercatat berhasil
melakukan 113 penyelidikan sepanjang tahun 2022.
Sejauh
ini kita sudah melihat bagaimana KPK menjaga integritas sebuah lembaga dan bekerja
secara profesional, namun bilama kita ingin mengukur KPK dari misi sebuah
lembaga, tentunya tidak hanya diukur dari pembokaran kasus atau Operasi Tangkap
Tangan (OTT). Sejauh ini program apa yang sudah diberikan oleh KPK dalam
merumuskan sebuah strategi pencegahan tindakan korupsi. Pembaca mungkin sudah
mengetahui terkait dengan trisula pemberantasan korupsi yaitu penindakan,
pencegahan dan pendidikan. Jika dikaji secara mendalam apakah KPK lebih
mengutamakan pemberantasan daripada sebuah tindakan pencegahan karena masih
banyak sistem yang ada di Indonesia yang membuka peluang untuk melakukan tindakan
curang dan korup seperti pelayanan yang berbelit-belit, rumitnya sebuah
prosedur pelayanan publik dan mayoritas masih menggunakan sistem manual.
Tentunya
dalam misi ini lembaga KPK akan terasa pincang jika ingin berjalan sendiri
karena konsep pencegahan dari perilaku curang dan korup harus ditanamkan dalam
bentuk benih karakter dan mental serta sistem yang menutup pintu kecurangan,
sejauh ini juga bisa dianalogikan sebuah bibit Sumber Daya Manusia (SDM) yang
di tanam dalam sebuah sistem tertentu. Apakah sudah memiliki jaminan untuk
tidak akan melakukan perilaku curang atau korup? Penulis ingin menelisik lebih
jauh lagi sebenarnya sejauh mana jarak antara pencegahan dan pemberantasan
kasus korupsi yang ada di Indonesia? Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan
seseorang melakukan sebuah tindakan curang dan korup, yakni monopoli kekuasaan,
diskresi kebijakan, lemahnya akuntabilitas dan faktor lainya.
Berdasarkan
informasi dari seorang informan bahwasanya terkait dengan monopoli kekuasaan
yang ada di daerah sangatlah rawan sehingga bisa disimpulkan bahwa kepala
daerah memiliki peluang yang sangat besar dalam pengelolahan APBD yang
jumlahnya tidak sedikit, perekrutan pejabat daerah yang terkadang tidak
mengedepankan sebuah kualitas dan pengalaman, pengadaan barang dan jasa yang
tidak memiliki manfaat secara universal, pemberian ijin sumber daya alam yang
tidak memikirkan efek negatif dan positifnya dan adanya dinasti kekuasaan. Hal
tersebutlah yang merupakan peluang dalam pengembangan perilaku curang dan korup
jika tidak ditangani dengan sebuah integritas dan dedikasi yang tinggi dalam
penanaman nilai budaya kepada pemerintah dan masyarakat secara menyeluruh dan
merata.
Selanjutya
diskresi kebijakan, dari pernyataan seorang informan dimana hak diskresi
melekat pada seorang pejabat daerah sehingga segala tindakan yang tidak
berkaitan atau belum memiliki aturan bisa dijalankan dengan secara sadar dan
sengaja tanpa harus menunggu sebuah aturan yang tersedia. Dalam implementasinya
di mana kepala daerah sering dihadapkan pada sebuah kegiatan yang tidak
dianggarkan oleh APBD. Akibatnya kepala daerah memiliki potensi untuk melakukan
dugaan tindakan manipulasi atau pengeluaran fiktif untuk menutupi biaya
tersebut, sehingga seorang kepala daerah memiliki potensi untuk melakukan
dugaan tindakan curang atau korup terkait dengan perjalanan dinas atau pribadi.
Lemahnya
akuntabilitas, seorang informan menyatakan bahwa dugaan korupsi yang ada pada
pemerintah daerah disebabkan karena lemahnya sebuah akuntabilitas yakni sebuah
proses transparansi dalam pengelolaan anggaran, pengelolaan asset, dan dalam
pengadaan barang dan jasa. Sehingga seorang kepala daerah bisa melakukan dugaan
tindakan curang dan korup. Adapun faktor tambahan, kenapa seorang kepala daerah
bisa melakukan dugaan tindakan curang atau korup, antara lain diduga karena biaya
politik yang sangat mahal, kurangnya kompetensi dalam pengelolaan keuangan
daerah, tidak kompeten dalam memahami nilai dan aturan, dan salah dalam
memahami sebuah budaya.
Senada dengan pernyataan
sebelumnya, dalam hukum kausalitas menjelaskan bahwa perilaku adalah merupakan
sebuah output, di mana input pada sebuah pembentukan karakter moral lah yang
bekerja dan menentukan segala tindakan antara baik dan buruknya seseorang. Seperti
yang kita pahami bersama bahwa, "tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran (Al Maidah:2). "Dan
janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui (Al Baqarah: 188).
Selanjutnya, "hai sekalian manusia makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi (Al Baqarah: 168), dan sernoga dia melindungi kita dari
kejahatan jiwa kita dan keburukan perbuatan kita. Sejauh ini penulis juga
mengharapkan agar kiranya tuhan yang ada pada keyakinan diri masing-masing akan
memberikan taufiq kepada pernimpin-pernimpin kita yang mernbawa kebaikan bagi
rakyat, agama dan negara.
Tidak kalah penting, bahwasanya beberapa orang
beranggapan bahwa awal tahun merupakan sebuah refleksi, namun berbeda dengan
penulis dalam mendefinisikan sebuah refleksi, di mana refleksi tidak terikat
dengan ruang dan waktu, akan tetapi refleksi adalah buah dari sebuah kesadaran
yang melalui proses berpikir secara matang sehingga seseorang bisa mengambil
sebuah hikmah dari sebuah kejadian atau peristiwa yang akan menjadi alat
pencegahan untuk berbuat buruk. Maka dari itu obat dari perilaku curang dan
korup adalah bertindak di atas kesadaran, yakni sebuah kebijaksanaan hidup
untuk menjadi manusia dan memanusiakan yang lainya dan tidak mempertuhankan
sebuah benda-benda, serta tidak melakukan ibadah korupsi secara khusyuk.
(Penulis merupakan Founder of Nusantara Maju.id)