Mungkinkah? Ibadah Korupsi Akan Semakin Khusyuk di Indonesia

Iklan

Mungkinkah? Ibadah Korupsi Akan Semakin Khusyuk di Indonesia

, Januari 12, 2023


Oleh: Muhammad Ardiansah


Bagaimana nasib para koruptor? Pertanyaan ini adalah sebuah lontaran kalimat yang sangat mendasar dan secara kultural pun tidak perlu digarami lagi. Ada banyak hal yang harus kita apresiasi terkait dengan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tahun ini yang akan kita uraikan secara singkat sebagai sarapan pagi untuk awal tahun. Pertama terkait dengan dugaan kasus korupsi penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) dengan dugaan kerugian Rp.1 Triliun. Selanjutnya, kasus dugaan korupsi yang melibatkan pengusaha Semarang Agus Hartono dengan perkiraan kerugian hingga Rp. 25 miliar, dan kasus mengenai Lukas Enembe sampai saat ini masih bergejolak di mana KPK telah menetapkan beliau sebagai tersangka dalam kasus dugaan kasus suap dan gratifikasi senilai Rp.1 Miliar. Hinga KPK tercatat berhasil melakukan 113 penyelidikan sepanjang tahun 2022.


Sejauh ini kita sudah melihat bagaimana KPK menjaga integritas sebuah lembaga dan bekerja secara profesional, namun bilama kita ingin mengukur KPK dari misi sebuah lembaga, tentunya tidak hanya diukur dari pembokaran kasus atau Operasi Tangkap Tangan (OTT). Sejauh ini program apa yang sudah diberikan oleh KPK dalam merumuskan sebuah strategi pencegahan tindakan korupsi. Pembaca mungkin sudah mengetahui terkait dengan trisula pemberantasan korupsi yaitu penindakan, pencegahan dan pendidikan. Jika dikaji secara mendalam apakah KPK lebih mengutamakan pemberantasan daripada sebuah tindakan pencegahan karena masih banyak sistem yang ada di Indonesia yang membuka peluang untuk melakukan tindakan curang dan korup seperti pelayanan yang berbelit-belit, rumitnya sebuah prosedur pelayanan publik dan mayoritas masih menggunakan sistem manual.


Tentunya dalam misi ini lembaga KPK akan terasa pincang jika ingin berjalan sendiri karena konsep pencegahan dari perilaku curang dan korup harus ditanamkan dalam bentuk benih karakter dan mental serta sistem yang menutup pintu kecurangan, sejauh ini juga bisa dianalogikan sebuah bibit Sumber Daya Manusia (SDM) yang di tanam dalam sebuah sistem tertentu. Apakah sudah memiliki jaminan untuk tidak akan melakukan perilaku curang atau korup? Penulis ingin menelisik lebih jauh lagi sebenarnya sejauh mana jarak antara pencegahan dan pemberantasan kasus korupsi yang ada di Indonesia? Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan seseorang melakukan sebuah tindakan curang dan korup, yakni monopoli kekuasaan, diskresi kebijakan, lemahnya akuntabilitas dan faktor lainya.


Berdasarkan informasi dari seorang informan bahwasanya terkait dengan monopoli kekuasaan yang ada di daerah sangatlah rawan sehingga bisa disimpulkan bahwa kepala daerah memiliki peluang yang sangat besar dalam pengelolahan APBD yang jumlahnya tidak sedikit, perekrutan pejabat daerah yang terkadang tidak mengedepankan sebuah kualitas dan pengalaman, pengadaan barang dan jasa yang tidak memiliki manfaat secara universal, pemberian ijin sumber daya alam yang tidak memikirkan efek negatif dan positifnya dan adanya dinasti kekuasaan. Hal tersebutlah yang merupakan peluang dalam pengembangan perilaku curang dan korup jika tidak ditangani dengan sebuah integritas dan dedikasi yang tinggi dalam penanaman nilai budaya kepada pemerintah dan masyarakat secara menyeluruh dan merata.


Selanjutya diskresi kebijakan, dari pernyataan seorang informan dimana hak diskresi melekat pada seorang pejabat daerah sehingga segala tindakan yang tidak berkaitan atau belum memiliki aturan bisa dijalankan dengan secara sadar dan sengaja tanpa harus menunggu sebuah aturan yang tersedia. Dalam implementasinya di mana kepala daerah sering dihadapkan pada sebuah kegiatan yang tidak dianggarkan oleh APBD. Akibatnya kepala daerah memiliki potensi untuk melakukan dugaan tindakan manipulasi atau pengeluaran fiktif untuk menutupi biaya tersebut, sehingga seorang kepala daerah memiliki potensi untuk melakukan dugaan tindakan curang atau korup terkait dengan perjalanan dinas atau pribadi.


Lemahnya akuntabilitas, seorang informan menyatakan bahwa dugaan korupsi yang ada pada pemerintah daerah disebabkan karena lemahnya sebuah akuntabilitas yakni sebuah proses transparansi dalam pengelolaan anggaran, pengelolaan asset, dan dalam pengadaan barang dan jasa. Sehingga seorang kepala daerah bisa melakukan dugaan tindakan curang dan korup. Adapun faktor tambahan, kenapa seorang kepala daerah bisa melakukan dugaan tindakan curang atau korup, antara lain diduga karena biaya politik yang sangat mahal, kurangnya kompetensi dalam pengelolaan keuangan daerah, tidak kompeten dalam memahami nilai dan aturan, dan salah dalam memahami sebuah budaya.


Senada dengan pernyataan sebelumnya, dalam hukum kausalitas menjelaskan bahwa perilaku adalah merupakan sebuah output, di mana input pada sebuah pembentukan karakter moral lah yang bekerja dan menentukan segala tindakan antara baik dan buruknya seseorang. Seperti yang kita pahami bersama bahwa, "tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (Al Maidah:2). "Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu menge­tahui (Al Baqarah: 188). Selanjutnya, "hai sekalian manusia makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi (Al Baqarah: 168), dan sernoga dia melindungi kita dari kejahatan jiwa kita dan keburukan perbuatan kita. Sejauh ini penulis juga mengharapkan agar kiranya tuhan yang ada pada keyakinan diri masing-masing akan memberikan taufiq kepada pernimpin­-pernimpin kita yang mernbawa kebaikan bagi rakyat, agama dan negara.


            Tidak kalah penting, bahwasanya beberapa orang beranggapan bahwa awal tahun merupakan sebuah refleksi, namun berbeda dengan penulis dalam mendefinisikan sebuah refleksi, di mana refleksi tidak terikat dengan ruang dan waktu, akan tetapi refleksi adalah buah dari sebuah kesadaran yang melalui proses berpikir secara matang sehingga seseorang bisa mengambil sebuah hikmah dari sebuah kejadian atau peristiwa yang akan menjadi alat pencegahan untuk berbuat buruk. Maka dari itu obat dari perilaku curang dan korup adalah bertindak di atas kesadaran, yakni sebuah kebijaksanaan hidup untuk menjadi manusia dan memanusiakan yang lainya dan tidak mempertuhankan sebuah benda-benda, serta tidak melakukan ibadah korupsi secara khusyuk.


(Penulis merupakan Founder of Nusantara Maju.id)

TerPopuler